Pelajar sebagai kelompok “elite” (kaum terpelajar) diharapkan untuk tetap dapat berkembang, baik untuk dirinya maupun masyarakat dan terus berkarya yang sifatnya berpikir secara inovatif, produktif, serta kreatif dalam menyikapi setiap perubahan yang terjadi. Pelajar sebagai generasi muda sering dijadikan panutan dan dipercaya oleh orang tua dan masyarakat. Namun, apakah kita sebagai pelajar pernah berpikir : sudahkah kita benar-benar mewujudkan harapan tersebut? Sudahkah kita memberikan sesuatu yang berharga bagi masyarakat? Apa yang bisa kita berikan bagi orang tua kita yang telah bersusah payah banting tulang untuk menyekolahkan kita? Atau minimal bagi diri kita sendiri?
Potensi Pelajar
Setiap manusia selalu dikarunia keterampilan kreatif sejak lahir. Ketika masih bayi, kita secara alamiah selalu ingin tahu serta antusias menjelajahi dunia sekitar. Kita menikmati warna, cahaya, gerakan, dan bunyi. Kita ingin mengambil, merasakan, dan memanipulasi apa saja yang terlihat atau apa saja yang kita pegang. Semasih bayi serta bocah baru berjalan, secara alamiah kita adalah ahli rancang bangun, seniman, penyair, ahli kerajinan seni, dan pemusik. Hasil riset menunjukkan bahwa kreativitas seseorang mulai menghilang pada masa kanak-kanak menuju dewasa. Tak heran jika menjelang usia 40, 50 atau 60 tahun banyak orang yang merasa kecewa atau menyerah ketika mencoba melakukan sesuatu yang kreatif. Nilai perbandingan jawaban orisinil (unik) dan standar (biasa) yang dihasilkan adalah sebagai berikut :
- Umur <>
- Umur 7 tahun 20 % orisinil
- Orang dewasa 2 % orisinil
Pelajar dengan sikap kritis kreatif (potensi), sebenarnya dapat mengangkat berbagai persoalan dari apa yang dilihat dan dirasakan, yang dikaji dalam kegiatan belajar mengajar (KBM) dan sebagainya sebagai bahan karya ilmiah. Melalui karya ilmiah, tentunya akan lebih muda bagi kita untuk menyampaikan pendapat atau gagasan kepada orang lain. Melalui tulisan pula kita dapat melakukan debat pemikiran atau adu argumentasi dengan orang lain. Karya ilmiah memang dapat menjadi media efektif dalam menyampaikan pesan. Untuk itu, sudah semestinya kalau budaya tulis tersebut menjadi salah satu potensi yang harus terus kita kembangkan dan menjadi bagian dari kita sebagai kelompok intelek di masyarakat.
Karya Ilmiah : Point dan Coint
Dalam berbagai kegiatan ilmiah, selama yang diketahui penulis, banyak manfaat yang dapat dipetik. Manfaat yang dapat diambil ketika seseorang melakukan kegiatan ilmiah dan terutama ketika mengikuti lomba karya ilmiah maka orang tersebut akan mendapatkan point dan coint. Dikatakan mendapatkan point dan coint sekaligus karena para peserta atau finalis yang maju lomba pada dasarnya adalah berkesempatan untuk mempublikasikan dirinya. Publikasi diri ini jelas sekali manfaatnya bagi seorang pelajar sekolah menengah yang akan melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi/universitas. Biasanya, pelajar yang berhasil meraih juara dalam perlombaan karya ilmiah yang diselenggarakan oleh suatu institusi perguruan tinggi akan mendapatkan tiket gratis menjadi mahasiswa perguruan tinggi tersebut tanpa melalui tes seleksi. Atau piagam/sertifikat juara yang kita punyai bisa kita pakai dalam seleksi penerimaan mahasiswa melalui penelusuran bibit unggul, yang tentunya akan menambah point bagi kita. Publikasi diri ini pada dasarnya adalah sarana untuk membangun suatu jaringan.
Disisi lain, dengan mengambil peluang dalam kegiatan karya ilmiah, selain pemikiran kita dibaca orang lain maka kita tetap dapat berfikir kritis dan kita bisa mendapatkan imbalan berupa materi dan tidak saja ucapan selamat. Materi yang diperoleh tentu saja akan dapat menambah uang saku untuk membeli buku atau ke internet bahkan untuk sarapan pagi. Namun, siapakah yang akan mengambil peluang emas ini? Muaranya kembali kepada diri anda sebagai pelajar.
Rendahnya Animo : Ketakutan untuk Memulai?
Kalau kita tawarkan kepada siswa tentang adanya penulisan karya ilmiah, maka sebagian dari mereka merasa tidak mempunyai kemampuan untuk itu. Rasa ketidakmampuan itu akhirnya membelenggu diri dan menjadi pobia yang berlebihan. Takut untuk memulai adalah suatu kenyataan namun semestinya harus segera kita tinggalkan mengingat kita dalam komunitas ilmiah. Memang rasa takut untuk memulai adalah kewajaran terlebih bagi kita yang terbiasa berendah hati pada orang lain (tawadhu’).
Untuk memulai menulis karya tulis ataupun karya ilmiah, penelitian dan sejenisnya, biasanya kita sering disibukkan dengan pertanyaan dari mana harus memulainya? Namun, dalam kenyataannya kita sering tidak terus memperoleh jawaban yang dianggap memuaskan bahkan yang paling sering adalah keputusasaan diri dan berhenti ”grak” dengan sikap sempurna.
Sadarlah, kita sudah mempunyai kemampuan menulis, membaca, dan rasa ingin tahu kita juga telah terbangun sejak kecil. Mengapa hal ini tidak kita kembangkan terus? Sebagaimana ekspresi komunikasi kita kepada orang tua dengan berbagai lontaran pertanyaan: ”bu, apa ini, apa itu?” dan sebagainya dengan segudang pertanyaan untuk mencari tahu dari sesuatu yang dianggap asing.
Kemampuan bertanya tersebut sebenarnya telah menjadi modal dalam tahapan untuk melakukan petualangan atau penjelajahan melalui karya ilmiah. Memang, untuk mampu melakukan penulisan karya ilmiah, selain diperlukan kemampuan untuk menggali dengan berbagai pertanyaan juga adanya wawasan yang cukup tentang fenomena yang akan ditulis sangatlah diperlukan. Akan tetapi, motivasi diri atau kemauan untuk memulai adalah suatu tantangan diri yang berat dan harus dilewati. Adanya kreativitas dalam mengangkat suatu fenomena menjadi suatu karya ilmiah yang lebih bermakna tentu saja akan kita dapatkan sambil jalan setelah kita mencoba melakukannya. Sebagaimana anak dapat naik sepeda setelah mengalami jatuh bangun dari sepedanya.
Masalah kemampuan, menang atau kalah dalam suatu perlombaan adalah proses dan perjuangan. Namun, intinya adalah ada atau tidaknya kemauan rekan-rekan untuk mencoba memulai berkarya ilmiah tanpa merasa rendah diri adalah suatu jawaban dan respon pertama dari tulisan ini. Adapun masalah sumber informasi tentang lomba karya ilmiah dapat diakses melalui internet atau media lain termasuk dapat ditanyakan pada bagian kesiswaan.
Demikian uraian singkat tentang meraih emas dalam kegiatan ilmiah. Tulisan ini hanyalah sebagian kecil dari upaya untuk memotivasi teman-teman untuk mengungkap misteri keilmuan yang telah dipelajari sebagai karunia-Nya yang telah diberikan kepada kita untuk mengungkap takbir kehidupan. Sekeping harapan masih terlintas pada benak penulis bahwa teman-teman mau bangkit untuk berpartisipasi dan berpublikasi diri dalam penulisan karya ilmiah sebagaimana sikap kritis dari komunitas intelek. Selamat mencoba dan selamat menikmati hasilnya. Wassalam.
Daftar Pustaka :
Elan, J.A. (2002). Bengkel Kreativitas: 10 Cara Menemukan Ide-ide Pamungkas. Terjemahan: Ibnu Setiawan. Bandung: Kaifa.
Hermanto. (2004). Meraih Peluang Emas dalam Kegiatan Ilmiah Mahasiswa. Makalah Pelatihan Penyusunan Proposal Penelitian dan Karya Tulis Ilmiah. Yogyakarta : KSI MIST dan Bidang Penalaran HIMA FMIPA UNY.
Heru Nurcahyo. (2004). Kreativitas Penelitian. Makalah Pelatihan Penyusunan Proposal Penelitian dan Karya Tulis Ilmiah. Yogyakarta : KSI MIST dan Bidang Penalaran HIMA FMIPA UNY.
Marshal Brain. (2003). What if...? Intriguing Answer for The Insatiably Curious. Bandung: PT. Pakar Raya.
Moleong, L.J. (1991). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Rosdakarya
0 comments:
Post a Comment